Spiritualitas haji : integralistik karakter muslim dalam ritual haji perspektif al-qur'an
Ahmad Baidhowi - Personal Name
Dalam perspektif Al-Qur'an ibadah haji yang dibarengi dengan pengamalan dimensi spiritual membuahkan martabat muhsin. Hal ini didasarkan pada deskripsi ayat-ayat haji, yang mengisyaratkan bahwa dalam pelaksanaan ibadah haji terdapat hubungan horizontal, yaitu adanya interkoneksi dan interaksi harmonis antara manusia dengan
dirinya (habl ma'a nafsih), manusia dengan sesama manusia (habl ma'a an nâs) manusia dengan alam sekitar (habl ma'a bî'atih) termasuk cinta
dengan Negaranya (hubbul wathon) dan utamanya hubungan vertikal manusia dengan Allah (habl ma'a Allâh).
Dari perspektif Al-Qur'an ditemukan tiga martabat haji; 'Ulul albâb (orang yang berakal), al-mukhbitîn (orang yang berserah diri) dan al-muhsinîn (orang yang berbuat kebaikan), dan satu gelar lagi dari Nabi Muhammad Saw. yaitu mabrûr (haji yang diterima), dari keempat martabat haji tersebut yang memiliki nilai tertinggi adalah muhsin,
penyandangnya dianggap identik dengan insan kamil (manusia sempurna), sebab status muhsin merupakan sifat para Nabi dan sebagai martabat tertinggi dalam Islam.
Haji yang dilakukan secara fikih ansich, pelakunya akan mendapatkan out put (hasil akhir) haji saja, sedangkan haji yang dilaksanakan secara fikih dibarengi dengan mengamalkan dimensi spiritual haji (tasawuf), pelakunya akan mendapatkan haji sebagai out put plus martabat muhsin sebagai out come. Hal ini didasarkan pada perspektif Al-Qur'an, yang
sejalan dengan konsep Tasawuf Modern, bahwa haji yang dilaksanakan secara fikih dan tasawuf merupakan pengamalan Iman, Islam dan Ihsan,
yang ujungnya membuahkan martabat muhsin sebagai out come. Dan inilah makna haji yang sejatinya.
dirinya (habl ma'a nafsih), manusia dengan sesama manusia (habl ma'a an nâs) manusia dengan alam sekitar (habl ma'a bî'atih) termasuk cinta
dengan Negaranya (hubbul wathon) dan utamanya hubungan vertikal manusia dengan Allah (habl ma'a Allâh).
Dari perspektif Al-Qur'an ditemukan tiga martabat haji; 'Ulul albâb (orang yang berakal), al-mukhbitîn (orang yang berserah diri) dan al-muhsinîn (orang yang berbuat kebaikan), dan satu gelar lagi dari Nabi Muhammad Saw. yaitu mabrûr (haji yang diterima), dari keempat martabat haji tersebut yang memiliki nilai tertinggi adalah muhsin,
penyandangnya dianggap identik dengan insan kamil (manusia sempurna), sebab status muhsin merupakan sifat para Nabi dan sebagai martabat tertinggi dalam Islam.
Haji yang dilakukan secara fikih ansich, pelakunya akan mendapatkan out put (hasil akhir) haji saja, sedangkan haji yang dilaksanakan secara fikih dibarengi dengan mengamalkan dimensi spiritual haji (tasawuf), pelakunya akan mendapatkan haji sebagai out put plus martabat muhsin sebagai out come. Hal ini didasarkan pada perspektif Al-Qur'an, yang
sejalan dengan konsep Tasawuf Modern, bahwa haji yang dilaksanakan secara fikih dan tasawuf merupakan pengamalan Iman, Islam dan Ihsan,
yang ujungnya membuahkan martabat muhsin sebagai out come. Dan inilah makna haji yang sejatinya.
Ketersediaan
B23368 | 2X4.15 AHM s c1 | Perpustakaan FAH (2X4) | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
2X4.15 AHM s
Penerbit
Kalimasada : Cirebon., 2019
Deskripsi Fisik
xiii, 422 hlm, 22,9 x 15,5 cm
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
978 602 74716 1 0
Klasifikasi
2X4.15
Informasi Detil
Tipe Isi
text
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
Cet. 1
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
Ahmad baidhowi
Tidak tersedia versi lain